Rentetan Tragedi Kelam di Bulan September
Berita Baru Nasional – September hitam atau kelam disebutkan untuk tragedi kemanusiaan yang memilukan di Indonesia yang terjadi pada bulan September.
Rentetan kejadian tersebut dari mulai pemberontakan, pembunuhan sampai tindakan anarkis yang memakan korban jiwa, tidak terhitung banyak nya jumlah korban nyawa melayang yang terjadi tragedi kemanusiaan di bulan september.
Berita Baru.co Jawa Barat merangkum tragedi kemanusiaan yang terjadi di bulan september yang di ambil dari berbagai sumber, diantaranya :
- Pembunuhan Munir 2005
Munir Said Thalib merupakan seorang aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), ia juga sebagai pendiri lembaga swadaya masyarakat untuk komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan dan Imparsial.
Pada 7 September 2004 Munir menghembuskan nafas dalam pesawat terakhir ketika melakukan penerbangan dari Jakarta menuju Belanda dengan racun jenis arsenik. Sampai saat ini belum terungkap dalang dibalik pembunuhan pendiri Imparsial tersebut.
- Tragedi Tanjung Priok 1984
Tanggal 12 September 1984 terjadi tumpah darah di pesisir Jakarta Utara, kerusuhan pecah antara Warga dan aparat keamanan pemerintah Orde Baru (Orba)
Kerusuhan berawal perselisihan antara Babinsa dan Jemaah Mushola As-Sa’adah Tanjung Priok, karena di nilai mengkritik kebijakan pemerintah Orde Baru, Empat Jamaah ditahan dinilai dalang pembakaran sepeda motor milik salah satu tentara.
Upaya mediasi sempat dilakukan salah satu tokoh masyarakat dengan mendatangi kodim namun gagal dan terkesan dipermainkan.
Kendati demikian tepat di 12 September 1984 1.500 masa bergerak menuju Polres Tanjung Priok,dan Kodim namun ditengah perjalanan menuju Polres Tanjung Priok masa sudah dihadang militer dengan persenjataan lengkap bahkan alat termasuk panser disiapkan oleh Tentara.
Peringatan aparat disambut takbir oleh masa dengan terus memaksa masuk, al hasil para tentara membalas teriakan takbir tersebut dengan tembakan senapan otomatis.
Korban mulai bergelimpangan, ribuan orang panik dan berlarian menyelamatkan diri dari hujan peluru, terdapat perbedaan jumlah korban dari kejadian tersebut.
Menurut Panglima ABRI L.B Moerdani, korban tewas dari warga berjumlah 18 orang dan 53 luka – luka, namun menurut Solidaritas Untuk Korban Peristiwa Tanjung Priok (SONTAK), terdapat 400 korban tewas,beberapa di tangkapk dan di siksa aparat.
- Tragedi Semanggi II 24 September 1999
Peristiwa tersebut berawal dari keputusan DPR mengesahkan UU PKB pada 23 September, unjuk rasa dari mahasiswa di beberapa daerah dilakukan menentang kebijakan tersebut.
Seorang mahasiswa Universitas Indonesia, Yun Hap menjadi korban tewas dalam tragedi Semanggi II, serta 11 orang lainnya di seluruh Jakarta serta menyebabkan 217 korban luka-luka.
Pada Jumat (24/9/1999) malam, terjadi tembakan membabi buta dari aparat, padahal situasi sudah mengarah damai. Hal itu terjadi beberapa saat setelah Kapuspen Hankam/TNI saat itu, Mayjen TNI Sudrajat mengumumkan penundaan pengesahan RUU PKB.
Tembakan aparat berasal dari atas truk yang sedang melaju ke arah kumpulan warga dan mahasiswa yang berada di sekitar RS Jakarta. Lokasi RS Jakarta berada di dekat Kampus Atma Jaya, Jalan Jenderal Sudirman.
Tembakan brutal ini mengakibatkan dua orang tewas di tempat, belasan lainnya mengalami luka-luka. Pada malam hari, saat warga sudah kembali ke rumahnya dan situasi mulai tenang, kembali terjadi berondong tembakan di jalan menuju RS Jakarta. Dua orang tewas, salah satunya Yun Hap, mahasiswa semester 7 Jurusan Elektro, Fakultas Teknik UI.
- Pembantaian 30 September 1965
Tragedi 30 September 1965 rasanya sudah tidak asing lagi di masyarakat Indonesia karena setiap tahunnya di peringati dengan memutar film G30S/PKI.
Gerakan 30 September (G30S) adalah sebuah peristiwa berlatar belakang terjadinya kudeta yang terjadi selama satu malam pada tanggal 30 September hingga 1 Oktober 1965.
Kejadian tersebut mengakibatkan gugur nya enam jenderal serta satu orang perwira pertama militer Indonesia dan jenazah nya dimasukkan ke dalam suatu lubang sumur lama di area Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Penyebutan peristiwa tersebut memiliki ragam jenis, Presiden Soekarno menyebut peristiwa ini dengan istilah GESTOK (Gerakan Satu Oktober), sementara Presiden Soeharto menyebutnya dengan istilah GESTAPU (Gerakan September Tiga Puluh), dan pada Orde Baru, Presiden Soeharto mengubah sebutannya menjadi G30S/PKI (Gerakan 30 September PKI).