Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Tolak Kenaikan Harga BBM, KOPRI PC PMII Kota Bandung Gelar Aksi Unjuk Rasa

Tolak Kenaikan Harga BBM, KOPRI PC PMII Kota Bandung Gelar Aksi Unjuk Rasa



Berita Baru, Nasional – Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (KOPRI) Cabang Kota Bandung menggelar aksi unjuk rasa (Unras) pada Senin (05/09) di Gedung Sate, Kota Bandung. Unras ini dilakukan mengingat beberapa urgensi mengenai kenaikan Harga Bahan Bakan Minyak (BBM) yang disampaikan oleh Presiden Jokowi pada 3 September 2022.

Ketua KOPRI PMII Kota Bandung Ragen Rgyta mengatakan, Perubahan harga bahan bakar minyak (BBM) sebetulnya sudah sering terjadi, tercatat kurang lebih sebanyak 21 kali dari era Presiden Soeharto hingga Jokowi.

“Pada awal tahun menjabat Pemerintahan Orde Baru yang saat itu membuat keputusan menaikkan harga premium menjadi Rp 4,0 per liter, solar Rp 3,5 per liter, dan minyak tanah Rp 1,8 per liter. Hingga akhir masa jabatan Presiden Suharto, harga tiga bahan bakar ini menjadi masing-masing Rp 1.000, Rp 550, dan Rp 280”. Ungkap Ragen.

Lanjutnya, Selama masa pemerintahan Presiden BJ Habibie tidak ada perubahan harga bahan bakar minyak. Masuk ke era Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur (1999-2001), tercatat empat kali penyesuaian harga BBM. Harga Premium menjadi Rp 1.150 per liter, solar Rp 600 per liter, dan minyak tanah Rp 350 per liter.

“Penyesuaian harga BBM kembali terjadi di masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri (2021-2004) sebanyak 18 kali. Pada akhir masa jabatan, harga Premium menjadi Rp 1.810 per liter, solar Rp 1.650 per liter, dan minyak tanah Rp 1.800 per liter”. Sambung Ragen.

Ragen menilai dalam masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014), terjadi perubahan kebijakan energi yang signifikan. Pemerintah menghapus subsidi minyak tanah dan mengkonversinya ke gas 3 kilogram. Harga bahan bakar minyak naik. Premium menjadi Rp 6.500 per liter, Solar Rp 5.500 per liter, dan minyak tanah Rp 2.500 per liter.

Kendati demikian, Presiden SBY juga pernah menurunkan harga BBM subsidi sebanyak tiga kali. Setiap zaman di era masing-masing kepresidenan ini tentu saja mendapatkan respon kecaman dan tuntutan dari seluruh elmen masyarakat di indonesia.

Selain itu Ragen Regyta menyatakan bahwa kenaikan BBM ini sangat mencekik masyarakat, kenaikan ini akan berimbas pada segala sektor kehidupan terlebih pada bahan pokok serta transportasi. Seharusnya pemerintah fokus pada pemulihan ekonomi nasional terlebih dahulu pasca Covid-19.

Di samping itu, Maulana Yusup Ketua Umum PMII Kota Bandung terpilih menambahkan, pada saat ini khusus nya di era kepemimpinan Joko widodo, Sudah tercatat telah berkali-kali merubah kebijakan kenaikan serta penurunan harga (BBM). Apalagi saat ini Presiden kepada publik sudah terang-terangan juga mengemukakan alasan menyangkut beban subsidi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) untuk BBM sebesar Rp.502,4 triliun.

“Hal ini mendapati banyak sorotan dari para pengamat, masyarakat hingga para aktivis dan mahasiswa terutama dari Organisasi PMII sendiri, Sebab pasca berakhir nya pandemi Covid-19 ini kami memandang dan merasakan betul belum adanya stabilitas dari berbagai sektor kebutuhan masyarakat terutama dari sektor ekonomi”. Kata Maulana kepada awak media.

Maulana merasakan, dua tahun terakhir ini, banyak sekali penderitaan yang dialami oleh masyarakat apalagi saat banyaknya dari para pekerja/buruh yang di PHK akibat imbas dari pandemi Covid-19.

“PMII Cabang Kota Bandung melihat kondisi saat ini jika terjadinya kenaikan harga BBM bersubsidi yang kemudian dinilai itu langkah yang tidak tepat dan tidak bijak. Sebab akan mendorong inflasi serta menyulut keresahan seluruh masyarakat”. Kata Maulana.

Dalam Unras yang dilakukannya, Pengurus Cabang PMII Kota Bandung menyatakan sikap yaitu:

  1. Menolak rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi karena akan mengorbankan kondisi ekonomi rakyat, terutama masyarakat kelas menengah ke bawah dan pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), yang belum sepenuhnya pulih akibat terpaan Pandemi COVID-19;
  2. Meminta pemerintah untuk mencabut kebijakan kenaikan tarif BBM disetiap jenisnya ;
  3. Mendesak pemerintah untuk memberantas mafia di sektor minyak, gas (migas) dan pertambangan dengan melakukan penegakan hukum yang adil dan transparan dari hulu ke hilir;
  4. Meminta peninjauan kembali persoalan kebijakan program BLT, karena tidak sesuai dengan langkah solusi terhadap peningkatan dan kestabilan daya beli masyarakat.

“Tidak hanya itu, pada kenaikan BBM pemerintah perlu memerhatikan kondisi ril ekonomi sosial masyarakat sesuai dengan PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2O2I
TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 191 TAHUN 2OI4 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK”. Tutup Maulana.